Sabtu, 20 April 2013

Ulasan Flash Fiction "Darah di Malam Tahun Baru"


Sebelumnya saya telah menulis sebuah karangan flash fiction yang berjudul "Darah di Malam Tahun Baru." bagi kawan-kawan yang belum membacanya klik disini.

Ide dari flash fiction ini sebenarnya muncul pada saat saya (kembali) mendengar lagu yang berjudul "Auld Lang Syne" beberapa hari yang lalu. Yaitu lagu yang biasa dinyanyikan pada saat malam tahun baru oleh umat kristiani. Lagu tersebut ada juga versi bahasa Indonesianya namun liriknya berbeda. Lagu ini juga sering sekali dinyanyikan pada saat acara perpisahan merayakan kelulusan siswa-siswi di sekolah. berikut lirik lagu Auld Lang Syne versi Indonesia:

Kini tiba saatnya kita akan berpisah
Marilah kita mohonkan pada Yang Maha Esa
Semoga persaudaraan kita dikuatkan
Sejiwa janji kita untuk s'lama-lamanya
Kala masa lalu masa indah penuh kesan
Semua budi baikmu kan selalu kukenang
 
Ketika mendengar lagu tersebut, yang ada dipikiran saya adalah pembantaian manusia seperti yang telah saya tuliskan pada flash fiction saya itu di paragraf ke-2 dan ke-3.

Secara keseluruhan flash fiction tersebut menggambarkan perayaan tahun baru dan peristiwa yang terjadi sebelumnya. mungkin bagi para pembaca, cerita tersebut begitu menakutkan dan menyeramkan dan tak layak untuk dipublikasi. Namun tujuan saya menulis karangan tersebut adalah ingin memberi tahu para pembaca bahwa ada misteri dibalik perayaan tahun baru 1 januari atau biasa disebut juga hari perdamaian internasional.

Banyak yang beranggapan bahwa perayaan tahun baru adalah urusan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Padahal secara historis, perayaan tahun baru Masehi tidak bisa dipisahkan dari tradisi dan ritual penyembahan dewa Janus dalam agama paganisme (agama kafir penyembah berhala):
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward” (The World Book Encyclopedia, 1984, volume 14 hlm. 237).
(Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke-46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu).

Dalam mitologi Romawi, Dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Romawi. Bulan Januari (bulannya dewa Janus) ditetapkan setelah Desember karena Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari di mana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari banyaknya pengaruh Pagan pada tradisi Kristen.

Kaum Pagan pandai menyusupkan budaya mereka ke dalam budaya agama lain. Ini terbukti dengan tradisi mereka bertahun baru yang sudah populer diikuti di berbagai belahan dunia. Misalnya, tradisi kaum Pagan merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, bernyanyi bersama, memukul lonceng dan meniup terompet.

Ke dalam agama Kristen, tradisi pagan ini diadopsi dengan menjadikan hari Dewa Janus tanggal 1 Januari menjadi Tahun Baru Masehi, sehingga muncullah pemisahan masa sebelum Yesus lahir pun (Sebelum Masehi/SM) dan sesudah Yesus lahir (Tahun Masehi/M).

Di Persia yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari juga dijadikan sebagai hari raya yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Dalam perayaan itu, mereka menyalakan api dan mengagungkannya, kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan minuman keras (khamr). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.

Tradisi menyalakan api seperti yang telah disebutkan diatas, saya gambarkan pada paragraf ke-3. Yaitu manusia sebagai bahan bakarnya (persembahan, red).

Sahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam sunan Al-Baihaqi IX/234: ”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.”

Maka dari itu, marilah bersama-sama kita kembali ke jalan yang telah Allah ridhoi, kembali kepada Islam secara kaffah. Bukan pada kemungkaran ataupun pada Kejahiliahan. STOP PERAYAAN TAHUN BARU MASEHI!!

Wallahu'alam bish showab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar